فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا
تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (As-Saffat 37:102)
Di masa tuanya ia diberikan rizki dengan hadirnya seorang anak laki-laki istimewa yang selama ini ia nantikan. Maka di saat nabi Ibrahim yakin bahwa anak itu mampu berusaha bersamanya, dalam tidurnya ia melihat bahwa ia hendak menyembelih anaknya, kemudian ia sadar bahwasannya itu adalah isyarat dari Tuhan untuk menyembelih buah hati yang ia cintai. Tiada ragu dan bimbang lagi, kecuali rasa ketaatan dan tidak terlintas di pikirannya, kecuali tasliim (ketundukan). Ia menyadari bahwa ini adalah isyarat dari Allah Swt. Isyarat ini bukan wahyu yang jelas dan bukan perintah langsung, akan tetapi isyarat dari Allah, dan ini adalah cukup baginya untuk melakukan hal tersebut tanpa perlu bertanya lagi kepada Tuhannya, mengapa ia harus menyembelih buah hati satu-satunya. Ia menerima isyarat tersebut dengan hati yang ridho dan tenang.
Wallohu A’lam…
Semoga Kita bisa mentauladani mereka…
mencintai Alloh swt lebih dari segalanya…
bahkan lebih dari mencintai diri sendiri…
Buktikan Cinta kita dengan mentaati Syariah-Nya…
memperjuangkan penegakan Syariah-Nya yang Kaffah…